Halaman
2
“Kelabu”
Pagi yang sangat cerah
rupanya tak cukup
untuk bisa menghilangkan sebuah kekelabuan itu. Suasana yang
didukung dengan kondisi
kamar yang tak
terapihkan, membuat sebuah
cangkir kecil dengan polosnya
hilang keseimbangan. Teh yang harusnya mengisi kehangatan pagi, dengan
bebasnya berebutan sudut pada sebuah karpet cokelat berpolkadot putih. Meresap dan menghilangkan jejak seperti bentuk sebuah pulau.
Angka 08.15
tercetak jelas pada
layar smartphone F yang memalaskan diri ditempat tidur. Fixing The Broken Heart
_nya Christian Bautista mengiringi soundtrack pagi
itu dengan mellow.
F termenung sambil terus memandangi layar smartphonenya. Seolah-olah hanya itu yang
ingin ia lakukan untuk menggantìkan ketidakhadiran
jadwal kuliahnya. Beberapa kali ada panggilan bertuliskan nama M di layar smartphonenya
tapi beberapakali itu pula F menghiraukannya. Teringat
selintas peristiwa kemarin
sore. Ketika F yang merupakan atlet footsal
putri menghadapi pertandingan pada sebuah kompetisi
tahunan. “Siapapun butuh dukungan”. Begitulah kira-kira isi pikiran F saat itu. lapun menghubungi teman-temannya untuk datang melihat
pertandingan. Berharap dengan
hanya datang dan
diam-pun itu sudah
mengisi semangat yang
selalu dibutuhkan para atlet
seperti F ini. Tak perlu adanya pemandu sorak dan sebagainya. Terlalu
berlebihan sepertinya. Tapi kenyataan memang
tak selalu patuh.
Ketika F akhirnya tiba
pada waktu dimana ia
harus terjun dalam kompetisi,
tidak ada satupun temannya yang datang. Bahkan
seseorang yang lebih diharapkan
datang dibanding yang lainpun tidak menunjukan batang hidungnya. Apakah ini
sebuah kalimat kekecewaan? Entahlah. Mungkin sebagian persen inilah yang memengaruhi kekalahan kompetisi sore itu. Miris memang.
Tapi apakah kekelabuan ini adalah dampak dari kemarin
sore? Atau ada sesuatu yang
membuatnya lebih kelabu?
Sekitar sati jam lalu angka menunjukan 07.18. F
dengan santai mencoba membuka sebuah timeline pada smartphonenya. Sekedar untuk
mencari kabar pagi barangkali jadwal perkuliahan hari ini di pending. Dengan
begitu ia bisa seharian bermalas-malasan ditempat yang sama. Tapi nyatanya
tidak ada kabar untuk hal itu. F lalu mencoba melihat beberapa status
teman-temannya. Ada yang mengeluh, kaget, sedih, galau, memotivasi diri, atau
hanya gambar-gambar random kelinci dan beruang coklat yang terlihat berlebihan.
Sebuah kode curhatan di pagi hari. Agar semua orang tahu tentang apa yang
sedang mereka lakukan dan apa yang sedang mereka rasakan. Padahal siapa peduli.
Beberapa status tersebut bertengger dengan manisnya membuat sebuah untaian yang
tiada ujung. F terus menggeser-geser status tersebut hingga matanya terfokus
pada sebuah status yang membuatnya terdiam. Status itu milik seseorang yang
bernama A. Orang yang paling diharapkan hadir dalam kompetisi kemarin sore.
.
.
.
“ One the way Bianco cafe. For the last and for the
beginning #meether “
.
.
.
.
Hashtag itu sudah mengartikan semuanya. Ketika A
di pagi hari mengusahakan untuk menemui seseorang yang dikatakan “her”, padahal
kemarin sore dia memutuskan untuk tidak datang melihat pertandingan F. Betapa A
lebih mengutamakan “her” dibanding dengan F. Setidaknya ekspektasi F pasti
mengalir kesana. Meskipun lebih dari apapun antara A dan F sungguh tidak ada
hubungan apa-apa. Begitupun antara A dengan “her” entah apa yang diketahui F.
Dan pada akhirnya secui hashtag itulah yang membuat kekelabuan pagi itu.
Ibaratnya, tanpa tahu isi sebuah kotak, dari luarnya saja kotak itu sudah
membuat F ingin membuangnya jauh-jauh. Jauh dari kenyataan yang sebenarnya
belum terungkap.