Sunday, March 26, 2017

Cinnamon



Chapter 2
Guest

Malam ini aku akan pergi ke rumah bibi Elma. Dia adalah wanita yang sangat baik, berparas cantik, bertalenta, usianya sekitar 38 tahun barangkali. Asal menebak. Aku tak berani untuk bertanya tentang usia seseorang. Kadang-kadang itu terlalu sensitif. Bibi Elma tinggal bersama adik bungsunya yang lucu bernama Diew. Berbeda dengan Diew, dia selalu blak-blakan menyebut usianya. Saat pertama kali bertemu, dia langsung menyapaku dengan kalimat “ Hallo.. namaku Diew, usiaku 11 tahun. Apa kamu punya boneka Barbie?“ begitu dia memperkenalkan dirinya. Kalimat terakhir sedikit membuatku tersendak sedikit. Bukan karena malu mengakui kalau aku tidak punya boneka Barbie. Tapi karena kalimat itu keluar dari mulut Diew yang jelas-jelas anak laki-laki. Tidak ada yang salah memang. Diew tampaknya suka dengan boneka Barbie. Lain halnya aku yang tidak suka dengan boneka super langsing itu. Terlalu berlebihan dan mencela bentuk badanku hahaha.
Rumah bibi Elma berjarak sekitar 100 meter dari rumahku. Melewati toko roti langgananku dan belok ke sebelah kiri sekitar 10 langkah sebelum toko sayuran. Bibi Elma sangat bertalenta. Dia membuka jasa jahit dirumahnya setiap petang. Sedangkan di siang hari, dia bekerja disebuah butik yang lebih besar di wilayah orang-orang kaya. Ibu menyuruhku untuk mengantarkan kain yang harus dijahit menjadi tudung, akhir-akhir ini udara semakin dingin kadang disertai hujan rintik-rintik. Beberapa mantel dan tudung akan lebih membantu di cuaca seperti ini.
Kretekk…
            …………….
“Ibu, apa kau sudah pulang?” aku mendengar suara menggeretek seperti pintu yang terbuka dari arah belakang rumah. Asal saja aku berjalan ke arah suara pintu itu sambil berkata “ibu, sepertinya aku akan berangkat lebih awal ke rumah bibi el….. eh? Ibu..?” kalimatku terputus. Kukira benar ibu sudah pulang dan membuka pintu belakang tetapi tidak ada siapa-siapa disana. Pintu terbuka begitu saja dan ku tengok ke arah luar yang ku dapati hanyalah halaman belakang rumah dengan beberapa sayuran belum matang yang kami tanam. Aneh juga memang. Ini masih satu jam lebih cepat untuk jadwal pulang ibu. Ibu biasanya pulang jam 5 sore dari pekerjaanya membantu orang-orang di panti jompo. Kembali ke masalah pintu yang terbuka, seingatku pintu itu terkunci rapat dan biasanya ibu pulang lewat pintu depan. Lalu bagaimana caranya pintu ini bisa terbuka?. Pemikiranku tiba-tiba keruh. Aku bergegas mengambil gagang sapu di sebelah pintu. Jangan-jangan ada pencuri yang sudah menyelinap masuk. Perlahan aku buka lebar-lebar pintu belakang dan siap-siap kalau aku harus berteriak sekencang-kencangnya sambil memukuli si pencuri. Ku langkahkan kaki pelan-pelan seakan-akan akulah yang menyelinap masuk rumah -_- . Ku tengok kesana kemari di ruang belakang ini, ke bawah meja dapur, ke bawah kursi makan, ke belakang tong tempat air, dan tinggal kamar mandi yang belum ku periksa. Perlahan aku melangkah ke arah kamar mandi.. sambil terus berusaha untuk tidak panik meskipun tangan ini bergemetar. Ku buka pintu kamar mandi yang sudah setengah terbuka, dan benar saja sepertinya ada sesuatu dibalik tirai bak mandi. Mantap tangan kiriku memegang sapu erat-erat dan tangan kanan ku siap membuka tirai..
1…
2…
3…
Hyaaaaahhhhh…………… sontak aku teriak sambil menyingkap tirai bak mandi dan yang ku dapati adalah.. 

Seekor tupai yang terkulai lemas....

Oh god...

0 comments:

Post a Comment