Tuesday, March 28, 2017

Lembar Contekan UNO's



Halaman 1
“Kaku”

Tak selalu seperti lingkaran. Kadang hidup juga memiliki sudut-sudut tajam yang tak pernah terpikirkan kapan kita akan terpojok di sudut-sudut tersebut. Entah itu terpojokan atau memojokan diri. Seperti saat ini. Yang ada hanya sebuah sudut begaris tiga. Kaku. Tak seperti lingkaran yang bisa diputar. 

Lagu La Voix Du Nord-nya Malena Ernman menjadi soundtrack pagi ìni. A dan I duduk berhadapan disebuah café ala Skandinavia Tengah. Dibeberapa sudut tercetak jelas nama café tersebut. Bianco café. Mereka terlìhat duduk dengan canggung setelah sebelumnya A menghubungi I untuk bertemu di café tersebut. Awalnya I merasa bingung atas ajakan itu. Tapi mengingat sebuah kotak kecil pemberian dari A seminggu yang lalu, iapun tak tega untuk menolak ajakannya. Sejak kedatangan mereka berdua di café tersebut, tak ada sepatah katapun yang berani keluar memulai segalanya. Berkali-kali pelayan menawarkan menu tapi tak kunjung juga mereka memesan. Mereka berdua kompak dalam hal ini. Sama-sama membolak-balik buku menu tanpa ada niatan untuk memilih dan memesannya. Entah ini terlalu pagi untuk sekedar memesan coffee breakfast. Atau entah karena mereka berdua bingung karena terjebak dalam suasana itu. Suasana yang serba kaku di meja nomor 14.

 Setelah akhirya soundtrack pagi itu berganti menjadi music klasik Mozart: haffner No. 35 in D Major. A mulai sadar kalau pertemuan ini terlalu lama untuk dibiarkan sunyi. Pada akhirnya waktu tak akan sepanjang yang ia mau. lapun memutuskan untuk mengucapkan kalimat perpisahan tersebut. Memang A berniat mengucapkan kalimat perpisahan dengan I pagi itu. Sebenarnya mungkin ini terlalu mengejutkan. Tapi selama hampir tiga tahun A mengagumi sosok I, baru kali ini ia memutuskan untuk sekedar berbincang berdua dengan I yang dalam hitungan jam lagi akan pergi keluar negeri. Lebih tepatnya I akan mengikuti program student exchange di  Negeri Bunga Sakura.

 A mulai mengambil nafas dalam-dalam. Siap untuk mengeluarkan kata pembuka keduanya setelah diawal tadi bertemu dia berkata “Hai”. Tapi diluar ekspektasi, I yang masih berkutat pada buku menu tiba-tiba melontarkan kata-kata yang membuat A terdiam tak berkutik. Dengan santainya, dibalik buku menu I berkata “Don’t Worry”. I lantas menyimpan buku menu diatas meja. Berdiri dan menyandang tas begitu saja. Sedikit ia menengok kearah A lalu ia pergi memunggungi dengan kalimat penutup pagi itu. 

 あなたのこと忘れない。今までにありがとう。また来年。ね

0 comments:

Post a Comment