Thursday, February 14, 2019

Catatan Flesi

Chapter 4

- In Between - 


Welcome to February….!!

Katanya Februari itu bulan cinta? Ah bullshit.. Jomblo bersabda : “Semua bulan sama saja!”

Hari ini hari senin. Harusnya jadi hari yang menyebalkan karena pekerjaan selalu menumpuk. Tapi lain cerita kalau hari senin-nya libur. Ya, tanggal merah!! Aahh senang sekali rasanya. Seakan akan pikiran ini penuh dengan bunga warna-warni. Meskipun hanya satu hari tapi lumayan memberikan kesenangan tersendiri. Bahkan aku sudah berencana untuk bangun siang, tapi tetap saja terbangun jam 6 dan malah tidak bisa tidur kembali. Alhasil hp langsung jadi pacar setiaku di pagi hari. Iseng-iseng ku buka kamera dan mengambil beberapa selfie. Jadi teringat dengan episode “I wake up like this” di Asia’s Next Top Model cycle 5. Aku ikut-ikut mencoba beberapa fose di tempat tidur setelah sebelumnya memakai sedikit bedak dan menyisir rambut. Curang. Jadi tidak sepenuhnya “I wake up like this”. Rasanya pasti gila kalau aku benar-benar bangun tidur dan langsung take a selfie, pasti mirip singa Afrika yang sedang marah.

Kemarin Satria sempat mengajak ku pergi untuk hari ini. Satria itu kakak tingkatku selagi SMA. Sebenarnya bisa dibilang dulu kita pacaran (meskipun hanya beberapa bulan). Dengan kata lain dia adalah mantanku. Tapi karena banyak hal terjadi saat itu, kita sepakat untuk berteman dekat saja dan dia juga memintaku untuk tidak memanggilnya kaka lagi. Cukup nama saja. Dan ya sampai sekarang kita baik-baik saja sebagai teman dekat. Sesekali kita bertemu untuk sekedar menikmati kopi atau saling menemani kalau ada film baru di bioskop.

Perawakan Satria bisa dibilang sangat tinggi dibanding aku. 185 berbanding 163. Maklum Satria sangat suka main basket. Biasanya orang yang suka main Basket rata-rata tinggi kan. Walau tidak semua orang seperti itu tentunya. Satria juga tidak kurus ataupun tidak gemuk. Tapi memang atletis. Rambut hitam spike dari dulu, kulit sawo matang dan cukup perhatian dengan penampilannya sendiri. Ya bisa dibilang cakep, buktinya aku pernah suka sama dia. "D-u-l-u".

Satria bekerja di salah satu perusahaan milik ayahnya di Jakarta. Tapi orang tua dan keluarganya semua ada di Solo. Satria itu orang yang terkadang plin plan. Mungkin itu yang menyebabkan hubungan kita dulu berakhir. Ah tapi tidak perlu membahas masa lalu. Hari ini adalah hari ini. Tapi memang saat Satria mengajak ku pergi hari ini, aku belum memberi jawaban pasti.

Masih berkutat dalam kasur yang hangat, memilih dan mengedit selfie-selfie ku yang terlihat lucu, tiba-tiba saja ada panggilan telpon masuk. Satria.

Ra, ayo dong temenin aku please..” (dia suka manggil aku Rara = Raflesia)

Aduh.. emang mau kemana sih sat? aku lagi males banget jalan deh rasanya

Pokonya aku jemput jam 9 ya!

Heyy.. seenak jidat. Ini aja udah jam 8  Satriaa.. “

Udah....buruan dandan yang cakep. Sejam cukup. Aku jemput jam 9” 

Dan setelah itu, Satria menutup telponnya.

Rasanya pengen teriak Nooo pleasee.. sambil bergumal lagi dengan bantal empuk ini. Lagipula dia hanya memberi waktu 1 jam untuk dandan? Keterlaluan. Tapi akhirnya aku menurut juga. Entah apa sugesti yang dia punya sampai aku menurut seperti ini. Kuambil handuk mandi dengan cepat seperti Batman yang mengibaskan jubahnya. Langkahku pun terburu-buru seperti mandi kadal.

Dengan paniknya seperti nonton acara Masterchef dimana waktu memasak tinggal sedikit, setelah beres mandi kubuka lemari dan kulempar pakaian kesana-kemari. Mencari yang cocok. Dan itu sangat susah. Seakan-akan aku mempunyai stok se toko baju. Satu masalahnya yaitu dia sama sekali tidak bilang kita akan pergi kemana. Aku dibuat bingung dengan pakaian yang harus ku pakai. Alhasil aku ambil kaos polos merah, celana overall, bando scraf warna merah dan membiarkan rambutku terurai. Mengukir alis seadanya. Eyeliner yang kurang rapih. Menggaet bedak dan lipstik yang terlihat di meja. Lalu ku ambil tas kecil dan mengisinya dengan dompet, parfum, tissue, dan charger hp. Tidak lupa sepatu wedges warna coklat sebagai penutup. Dan misi selesai. Satu jam pas!!! Mungkin lebih beberapa detik. Aku langsung membuka pintu kamar.

ARRRRrrrgrhhhhh……….! Satriaaa!! Kamu tuh ngagetin aja deh tiba-tiba ada di depan pintu!” 

Kamu yang ngagetin Ra. Buka pintu aja pake teriak-teriak. Emangnya aku ini hantu?!”

“Iya kamu itu hantu! Ngeselin bgt si!”

“Mana ada hantu ganteng kaya gini ra”

“Wueekk… gajadi pergi!”

“Eeh jangan dong. Ayoo kamu udah siap kan?” 

Satria langsung menarik tanganku. Menuntun sampai ke mobilnya seakan-akan aku ini anak kecil yang bisa saja lari sewaktu-waktu. Lalu dia membukakan pintu mobilnya untukku. Romantis memang. Tapi tetap saja rasanya menyebalkan.

Di dalam mobil, aku baru sadar dan memperhatikan Satria yang sedang menyetir. Dia tampak rapih. Tidak seperti setelan biasanya untuk minum kopi atau menonton film. Dia memakai kaos V-neck putih polos dan luaran blazer hitam. Aku dibuat gugup karena takut salah kostum. Hal yang selalu dicemaskan para wanita.

“Sat, kita mau kemana sih sebenernya?”

“Makan doang kok.. aku belum sarapan nih”

“Sarapan mesti pake blazer kaya gitu ya? ada angin apaan?”

“Haha.. emang kenapa? Kan bukan blazernya yang dimakan”

“Ya ngga, aku takut salah kostum aja, kamu rapih gitu. akunya nyantai banget. Jangan bilang kita mau berburu sarapan ke kondangan orang???!!”

“Hahaha enggak lah. Lagian kamu dah cantik ko kaya gitu”  Satria menengok sambil berkedip.

“Bahh.. gombal. Aku ga ada rasa ya sama kamu sat”

“HaHaHaHa iya iya Raraa..”

Sekitar 15 menit perjalanan. Kita sampai di sebuah café. Namanya Orange café. Tapi dari luar, nuansanya lebih kaya akan warna cream putih. Aku tidak begitu hafal café tersebut. Mungkin bangunan baru. Atau memang aku yang kurang update. Setelah memarkir mobil, Satria tampaknya sudah hafal dengan café ini dan langsung memimpin jalan masuk menuju lantai 2. Café sepagi itu sepertinya baru buka. Tidak terlalu ramai. Aku hanya melihat beberapa orang meminum kopi dan pelayan yang mondar mandir. Lalu ada juga seorang ibu dan bapak di meja paling belakang. Anehnya Satria masih saja berjalan ke meja belakang tersebut.  Menuju ibu dan bapak yang ada dibelakang tersebut. Padahal ku perhatikan masih banyak meja kosong di kanan kiri.

“Mah, Pah, kenalin ini Rara”

DEGG. Tiba-tiba saja Satria berbicara seperti itu di depan ibu dan bapak tersebut. Jantungku serasa berhenti. Ini maksudnya apa. Perasaanku mulai tidak tentu antara blank, shock, heran, semuanya menjadi satu. Dan muncul satu pertanyaan. Mereka orang tuanya Satria??????????

“Oh.. ini yang namanya Rara.. cantik sekali.. dak heran kalau Satria nolak perempuan yang mamah kenalin waktu itu” 

Ibu tersebut berdiri dan mengusap-ngusap rambutku. Aku dibuat semakin kikuk sementara Satria hanya menyinggungkan senyuman manisnya.

“Ra, kenalin ini mamah sama papah aku..” 

Ternyata dugaanku memang benar.

“Eh iya om, tante, saya Rara..” 

Aku memberi salam. Mencium tangan ibu dan papahnya selagi dalam hati rasanya ingin menonjok Satria. Maksudnya apa ini. Mengenalkan aku kepada orang tuanya. Tidak bilang-bilang dulu pula. Entah apa yang ada di pikirannya Satria. Sungguh gila. Dan lagi aku memang salah kostum. Mereka semua rapih-rapih. Papahnya saja memakai jas. Sungguh aku malu. Mungkin pipiku juga sudah berwarna merah seperti memakai blush on tebal.
 
“Iya ya mah, memang cantik orangnya. Ayo duduk nak..” giliran papahnya memujiku.

Akupun duduk dengan canggung dan malu-malu. Setelah duduk rapi, ku injak kaki Satria tapi dia membalas dengan tatapan tajam seakan-akan bilang dalam hati “Stt.. entar aku jelasin. Kamu nurut aja dulu dan bersikap yang manis ya”. Rrrrhhh ingin rasanya ku teriak.

Tak lama makanan datang tanpa ku pesan. Sepertinya entah Satria yang sudah memesan sebelumnya. Atau orang tuanya yang memesan. Dua-duanyapun bisa terjadi.

“Ya, kalau memang kamu sudah punya pilihan, mamah sama papah akan berhenti nyariin buat kamu, kalo menurutmu ini yang terbaik, mamah sama papah ikut saja. Toh kan kamu yang bakal jalanin. Orang tua sudah bukan masanya lagi mengatur hidup anaknya. Yang penting kamu bahagia, mamah sama papah juga pasti bahagia” 

Ibunya Satria bicara seperti itu seakan-akan ini pertemuan dengan calon menantu. Aku lagi-lagi dibuat duduk mematung dan nyaris tersendak saat meneguk secangkir teh. Tapi aku ikuti apa maunya Satria yang menyuruh aku diam sambil sesekali mengumbar senyum seperti iklan pasta gigi.

Selanjutnya pembicaraan seputar keseharianku dan asal usul aku bertemu Satria. Satria bahkan bilang kalau kita memang pacaran dari SMA dan sampai sekarang belum putus. Aku sudah tidak heran lagi dan mengerti apa maksudnya ini semua. Sandiwara ini mengalir begitu saja. Kemungkinan Satria memang dijodohkan dengan perempuan yang kurang dia suka. Maklum setahuku dia anak satu-satunya dan perusahaan ayahnya cukup banyak. Tidak heran kalau orang tuanya mungkin mendesak Satria untuk cepat berkeluarga dan mengambil alih usaha keluarganya. Padahal usia kita masih terbilang cukup muda. Tapi ya entahlah. Aku kurang faham dengan urusan bisnisnya mereka. Aku hanya seorang gadis biasa yang kerja di perusahaan orang.

Untungnya pertemuan ini segera berakhir. Beberapa informasi ku dapatkan. Orang tua Satria baru sampai di Jakarta tadi pagi dan akan menghadiri event di siang hari. Lalu kembali lagi pulang ke Solo di sore hari. Tipikal keluarga yang sangat sibuk sepertinya.

Setelah orang tuanya berpamitan, aku dan Satria mengantar sampai depan mobil. Disana sudah ada supir yang stand by dan akan mengantar orang tuanya ke tempat tujuan. Tak lama mobil merekapun melaju. Lalu hilang dari pandangan.

Setelah orang tuanya pergi, aku menarik Satria ke samping. Tentunya aku menuntut penjelasan.

“Sat, kamu tuh apa-apaan sih..?!”

Belum juga Satria menjawab, tiba-tiba ada seseorang yang menyapa dari belakangku..

“Loh, bu Flesi…? ”
.
.

“Ehh..... Pp.. Pa... Pak Marvel…...?”

Whaaaattttt….. aduuh. Kenapa ada si papah muda disini.

“Sarapan disini juga?” 

Si papah muda tampak menenteng croissant dan secangkir coffee latte. Mungkin dia self service.

“Eh iya, kebetulan baru tau café ini dan tertarik untuk mencoba” Spontan ku jawab.

“Wah.. terimakasih loh udah mampir di café saya. Bagaimana makanannya?” Si papah muda berkata demikian.

DEG!!! OK. Terjawab sudah

“Oh, cafenya pak Marvel toh… semua makanannya enak-enak pak (padahal aku hanya mencoba Waffel dan secangkir teh), tempatnya juga nyaman banget” 

Yaa..aku tidak mungkin kan berkomentar "Namanya Orange café tapi kok warna cafenya cream ya pak"

“Syukurlah kalau begitu. Ini suaminya bu Flesi?” si papah muda menunjuk Satria

“Oh bukan, kami belum menikah ko, masih menikmati masa pacaran hehe” 

Tiba-tiba Satria menyerobot memberi jawaban seperti itu. RRHHHHGGG membuat emosi dan pikiranku meledak-ledak. Bodohnya akupun tak memberi pembelaan. Diam mematung

“Ohh begitu..” 

Si papah muda tampak bingung untuk bicara apa. Situasi jadi canggung dan hening beberapa saat. Aku pun spontan bertanya pada si papah muda.

“Istrinya gak ikut kesini pak Marvel?”

“Istri? Istri yang mana ya? haha. Saya belum menikah ko..”  

Sambil senyum-senyum dia menggaruk kepalanya. Aduh dia tampak lucu. Tapi akupun malu bertanya seperti itu. Anehnya ada perasaan lega mengetahui dia belum menikah. Dan aku ikut senyam-senyum selagi mengabaikan Satria. Tapi…kira-kira perempuan yang waktu itu siapa ya. Ahh… kupikir mungkin masih tunangan. Makanya dia bilang belum menikah. Aku lesu kembali.

“Yaudah kita pulang yuk”  

Satria pun memutuskan untuk menyudahi pembicaraan kita. Padahal jelas-jelas urusan aku dan Satria belum selesai terkait sandiwara pagi itu. Tapi tidak mungkin juga kita membahasnya dengan kondisi ada si papah muda disini.

“Oh iya, silahkan. Terimakasih sekali lagi atas kunjungannya. Lain kali boleh mampir kembali, semua gratis untuk pasangan serasi ini :) “ 

Dalam hati rasanya ingin membantah "Kita hanya teman kok! Ga ada hubungan apa-apa! Suerr". Tapi benar-benar hanya dalam hati.

“Aduh terimakasih banyak pak Marvel, jadi ga enak. Kalau gratis kan nanti pak Marvel jadi gak bisa jajan kebab hehe” 

Judulnya aku mencoba memberi lelucon. Tapi malah jadi membuat sunyi. krik-krik

Si papah muda sedikit tersenyum dan Satria seperti menahan tawa. Bukan karena kata-kataku tentunya. Tapi karena candaanku yang garing itu.

IISSSHHH….


- - Berlanjut di Chapter 5 Coming Soon- -


 CHAPTER 1

 CHAPTER 2

 CHAPTER 3

 CHAPTER 4




Tuesday, February 12, 2019

Sang Kelinci yang datang dan pergi sesuka hati


Source: La Petite Pemme - Pixabay

Suatu pagi yang cerah dengan sinar mentari menerobos dedaunan
Aku bertemu sang kelinci di bawah pohon oak yg rindang
Sang kelinci sangat suka wortel dan nyaris membawanya kemana-mana
Sore itu, sang kelinci datang membawa bibit wortel
Mencoba menanamnya di pekaranganku
Namun tak lama dia pergi entah kemana
Bibit wortel yang dia bawa masih kujaga
Saatku menantikannya, sang kelinci datang kembali
Membawa duka dan cerita bahagia yang telah kandas
Lelah akan dunia luar yang kejam
Sang kelincipun duduk di pekaranganku
Dia ingat dan mulai melihat bibit wortel yang telah lalu
Dengan senang hati dia melanjutkan tugasnya
Menanam wortel hingga dua, tiga kuncup daun mulai tumbuh
Sang kelinci tampak senang dan menari dengan riang
Tapi sesuatu berubah seketika
Di esok hari, sang kelinci pergi lagi tanpa alasan apapun
Meninggalkan si wortel kecil dengan ketidakpastian
Aku menungguinya, menjaga wortel yang ia tanam
Menunggu kabar dan mengkhawatirkannya dikala hujan
Hingga sampai pada titik aku mulai lelah dan ingin melupakannya
Tapi sang waktu tampak berkata lain
Hal yang dulu itu terulang kembali
Setelah berbulan-bulan, Sang kelinci datang padaku
Membawa kenangan suka duka yang ia alami
Dia bercerita tentang menanam wortel dipekarangan yang lain
Semua wortelnya tumbuh dengan subur dan indah
Namun disuatu malam wortel-wortel itu dicuri entah oleh siapa
Dan pekarangannya dibumbui racun hingga ia tidak bisa menanam wortel disana
Sang kelinci sangat sedih dan teringat akan pekaranganku
Diapun memutuskan untuk kembali
Disini, aku masih memiliki pekarangan dan wortel kecil yang indah
Tapi terlalu lama menunggu, membuatku tak berharap akan apapun
Dan segalanya tak kan seperti dulu lagi